Sunday, January 27, 2019

Analisis Literasi Media Mahasiswa Program Studi Pendidikan Agama Islam Semester 1 di IAIN Kendari Terhadap Isu Sara Pada Media Sosial

Analisis Literasi Media Mahasiswa Program Studi Pendidikan Agama Islam Semester 1 di IAIN Kendari Terhadap Isu Sara Pada Media Sosial

Description: LOGO IAIN.png
Disusun Untuk Memenuhi Final
Mata Kuliah Teknologi Komunikasi
Oleh:
Andi Arif Walhidayat
Fajrin Apriadi  Putra Salju
Abdullah


PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KENDARI
TAHUN AKADEMIK 2018/2019



KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah Swt., atas limpahan rahmat dan hidayahnya-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikanpenelitian ini, yang berjudul“Asnalisis literasi media mahasiswa pendidikan agama Islam Semester 1 di IAIN kendari terhadap isu sara pada media sosial”Shalawat serta taslim peneliti senantiasa haturkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad Saw., hingga akhir zaman.
Peneliti menyadari sepenuhnya, meskipun telah mengupayakan semaksiml mungkin untuk menyempurnakan kualitas isi yang disajikan, namun masih banyak kekurangan-kekurangan, yakni masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu peneliti senantiasa memohon ridha Allah Swt., serta sangat mengharapkan bimbingan dari berbagai pihak, kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan penelitian ini.
                                                                                    Kendari,  Januari 2018


                                                                                    Peneliti





DAFTAR ISI
Halaman Judul.........................................................................................          i
Kata Pengantar........................................................................................          ii
Daftar Isi.................................................................................................          iii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................          1
A.  Latar Belakang...............................................................................          1
B.  Rumusan Masalah..........................................................................          4
C.  Tujuan Penelitian...........................................................................          4
D.  Metodologi Penelitian....................................................................          4
BAB II PEMBAHASAN......................................................................          6
A.    Technical Skill atau Use Skill.......................................................          7
B.     Critical Understanding................................................................          8
C.     Communicative Abilities..............................................................          11
BAB III KESIMPULAN......................................................................          18
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................          19





BAB I
PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang
Sejak terbukanya kebebasan  informasi  dan teknologi media, pertembuhan media  massa dan  media baru mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Penggunaan media komunikasi smartphone dan sejenisnya telah bergeser menjadi gaya hidup masyarakat tertentu. Dalam konteks ini dapat dianalogikan bahwa teknologi telah mengambil banyak peran dalam kehidupan di masyarakat. Media berpengaruh terhadap budaya khalayak dengan ragam cara. Maka tidak heran jika kehidupan masyarakat kita saat ini tidak bisa terpisahkan oleh kehadiran teknologi media komunikasi.[1]
Pemuda dalam usia antara 15 tahun – 34 tahun yang diibaratkan seperti matahari ketika jam 12 siang yang bersinar paling terang dan paling panas, mengandung arti bahwa pada usia-usia ini pemuda sedang memiliki energi yang maksimal. Sedangkan teknologi memiliki arti yaitu suatu penemuan peralatan yang sengaja diciptakan untuk mempermudah pekerjaan manusia. Sedangkan kaitan antara pemuda dan teknologi bisa dijabarkan sebagai manusia yang dalam usia produktif, penuh energi yang diharapkan dapat menciptakan teknologi dari yang sederhana sampai yang canggih atau sekedar dapat memanfaatkan teknologi yang ada dengan sebaik-baiknya demi meningkatkan kualitas dirinya.
Penggunaan teknologi media komunikasi akan memunculkan dampak-dampak yang berpengaruh terhadap pemuda khususnya mahasiswa, pertama dampak positifnya yaitu menambah wawasan, mendapatkan informasi lebih cepat, membantu dalam dunia pendidikan, menyuguhkan berbagai informasi pendidikan, memudahkan interaksi di dalam dunia maya dan bertukar informasi kapan serta dimana saja. Kedua dampak negatifnya yaitu penyalahgunaan penggunaan internet seperti membuka situs porno dan menyalurkan hate speech di media sosial serta menimbulkan kecanduan.
Terdapat konten-konten di media sosial (facebook, twitter, dan path) yang berkaitan dengan isu SARA di Indonesia tahun 2014 dan tahun 2015 di berbagai daerah di Indonesia. Dari pemberitaan mengenai kasus-kasus media sosial yang mengandung isu suku, agama, ras dan antar golongan membuktikan bahwa perlu adanya etika bersosial media. Etika bermedia sosial untuk masyarakat multietnis sangat diperlukan meskipun curhat di media sosial dapat melegakan secara emosional dan bahkan merupakan saluran yang bisa menyembuhkan orang. Namun perlu diingat berpendapat di social media sangatlah mudah dan menyebarnya sangat mudah pula. Resiko dari ketidakpahaman terhadap etika dapat berujung ke masalah hukum.[2]
Oleh karena itu pemuda khususnya mahasiswa harusnya sadar akan internet atau teknologi lainnya memang canggih, namun perlunya berpikir terlebih dahulu apa yang ingin kita lakukan disana dan kita juga harus memilah mana yang baik untuk diri kita nantinya. Melalui kesadaran tersebut harus adanya jawaban dari dampak-dampak yang timbul di atas, maka perlu dikenalkan dengan media literacy digital atau melek media digital yaitu suatu kemampuan, pengetahuan, kesadaran, dan keterampilan secara khusus kepada khalayak sebagai pembaca media cetak, peselancar di dunia maya, penonton televisi, atau pendengar radio.
Sebuah penelitian relevan oleh juliana dan baroroh, mendefiniskan literasi media adalah kemampuan atau keahlian yang dimiliki seseorang untuk dapat menganalisis terpaan pesan-pesan dari media sehingga media dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan komunikasi antar manusia dengan benar dan optimal. Pengetahuan mengenai literasi media menjadi wajib dikuasai oleh mahasiswa agar mahasiswa memiliki kesiapan mental dalam menghadapi berbagai tantangan di era sesak-media ini. Generasi muda sebagai elemen masyarakat harus selalu hadir untuk bersikap kritis terhadap setiap perubahan yang terjadi dimana sikap kritis ini sebagai sebuah keharusan demi menjaga bangsa dan negara ini dari proxy war.[3]
Kemampuan literasi media merupakan kapasitas individu yang berkaitan dengan melatih keterampilan tertentu (akses, analisis, komunikasi). Kompetensi ini ditemukan dalam satu bagian yang lebih luas dari kapasitas yang meningkatkan tingkat kesadaran, kekritisan dan kapasitas kreatif untuk memecahkan permasalahan.[4] Dalam mengukur tingkat kemampuan media literacy, individual competences memiliki tiga variabel diantaranya adalah technical skills, critical understanding, dan communicative abilities.[5]

B.            Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas maka beberapa masalah yang dikaji pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.    Bagaimanakah kemampuan teknik dalam menggunakan media (technical skill ) pada mahasiswa Pendidikan Agama Islam Semester 1 di IAIN Kendari?
2.    Bagaimanakah kemampuan kognitif dalam menggunakan media (critical understanding) pada mahasiswa Pendidikan Agama Islam Semester 1 di IAIN Kendari?
3.    Bagaimanakah kemampuan komunikasi dan partisipasi melalui media (communicative abilities) pada mahasiswa Pendidikan Agama Islam Semester 1 di IAIN Kendari?
C.           Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui technical skill  pada mahasiswa Pendidikan Agama Islam Semester 1 di IAIN Kendari;
2.      Untuk mengetahui critical understanding) pada mahasiswa Pendidikan Agama Islam Semester 1 di IAIN Kendari;
3.      Untuk mengetahui communicative abilities pada mahasiswa Pendidikan Agama Islam Semester 1 di IAIN Kendari.
D.           Metodologi Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yaitu penelitian yang bertujuan memahami realitas yang seharusnya maka seorang peneliti haruslah memiliki sikap open minded. Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis literasi media mahasiswa program studi pendidikan agama islam di IAIN Kendari terhadap isu SARA pada media sosial.
Teknik pengumpulan data dari penelitian ini adalah dibagi menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder, data primer diperoleh dari hasil pengamatan (observasi) langsung dilapangan dan wawancara. Analisis data dilakukan secara deskriptif yakni berusaha mendeskriptifkan subjek penelitian dan cara mereka bertindak dan berkata-kata. Analisis data juga dilakukan dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber atau teknik pengumpulan data. Setelah itu memaparkan data dan simpulan melalui pelukisan dan verifikasi data.













BAB II
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Sebagaimana yang dijelaskan pada artikel ilmiah di binus.ac.id bahwa saat inikehidupan masyarakat kita saat ini tidak bisa terpisahkan oleh kehadiran teknologi media komunikasi.[6] Sehingga pada penelitian relevan lainnya dijelaskan bahwa pengetahuan mengenai literasi media menjadi wajib dikuasai oleh mahasiswa agar mahasiswa memiliki kesiapan mental dalam menghadapi berbagai tantangan di era sesak-media ini. Generasi muda sebagai elemen masyarakat harus selalu hadir untuk bersikap kritis terhadap setiap perubahan yang terjadi dimana sikap kritis ini sebagai sebuah keharusan demi menjaga bangsa dan negara ini dari proxy war.[7]
Literasi media sebagai sebuah konsep akademis dan konsep populer yang semestinya berkembang di masyarakat menjadi semakin memiliki urgensi. Namun pemahaman atas literasi media masih sangat beragam. Interpretasi ini diperlukan untuk melakukan pendiskusian antara temuan dan teori, hal ini bertujuan untuk menemukan makna teoritik dan implikasi yang lebih luas dari hasil data yang ditemukan dilapangan. Selanjutnya yang akan dilakukan adalah membahas secara umum dan analisis literasi media mengenai kemampuan individual competences, technical skills, critical understanding, dan communicative abilities terhadap isu SARA di sosial media dikalangan mahasiswa program studi pendidikan agama islam.

A.           Technical Skill atau Use Skill
Technical Skill atau use skill yaitu kemampuan teknik dalam menggunakan media. Artinya seseorang mampu mengoperasikan media dan memahami semua jenis instruksi yang ada didalamnya. Use skill merupakan kemampuan untuk mengakses dan mengoperasikan media. Use skill mencakup beberapa kriteria yaitu :
1.         Kemampuan menggunakan media (media skill)
2.         Kemampuan menggunakan media secara aktif (balanced and active use of media)
3.         Kemampuan menggunakan dan pemanfaatan media secara tinggi (advanced media use)
Pada sesi wawancara, data yang ditemukan dilapangan yaitu jenis handphone yang dimiliki oleh beberapa mahasiswa program studi pendidikan agama islam adalah handphone android. Keunggulan smartphone yang digunakan dibandingkan dengan jenis smarthphone yang lain adalah kamera, memori dan baterai dengan kapasistas yang cukup besar juga harga yang murah.
Fitur-fitur yang ada di smartphone disukai oleh responden adalah fitur pemblokiran nomor yang tidak dikenali dan kamera dengan mp (mega pixel) yang besar untuk pengambilan foto/gambar yang lebih bagus sedangkan fitur-fitur/aplikasi yang ada dismartphone mahasiswa pendidikan agama islam adalah stabilitas sentuhan seperti screenshot dengan tiga jari dan aplikasi-aplikasi sosial media (facebook, whatsapp, instagram dan youtube).  Dari fitur aplikasi yang ada di smartphone tersebut, aplikasi yang paling sering atau paling disenangi adalah youtube. Mereka menggunakan youtube untuk hiburan, mencari konten dakwah, ataupun pengetahuan. Sedangkan untuk mencari bahan kuliah mahasiswa pendidikan agama islam rata-rata menggunakan google atau search engine kemudian aplikasi yang terbaik untuk mencari informasi yang bebas hoaxadalah google juga.
Berdasarkan hasil wawancara di atas maka menurut peneliti, rata-rata mahasiswa program studi Pendidikan Agama Islam semester 1 memiliki kemampuan untuk menggunakan dan memanfaatkan media sosial atau pun fitur apa saja yang ada didalam smartphonenya.
B.            Critical Understanding
Critical understanding merupakan kemampuan untuk menganalisis dan mengevaluasi konten media secara komprehensif. Kriteria dari critical understanding ini meliputi :
1.      Kemampuan memahami konten dan fungsi media (understanding media conten and its functioning)
2.      Memiliki pengetahuan tentang media dan regulasi media (knowledge about media and media regulation)
3.      Perilaku pengguna dalam menggunakan media (user behavior)
Data yang ditemukan adalah konten yang paling sering dicari di media internet/media sosial adalah ceramah islami. Beberapa mahasiswa menanggapi bahwa konten/berita yang ada di internet atau media sosial benar-benar merupakan suatu hal yang nyata terjadi seperti Megawati tidak butuh suara orang muslim dan ahok mencemari nama Islam. Mahasiswa Pendidikan Agama Islam juga paham mengenai hoax yaitu berita bohong yang dibuat dengan adanya tujuan atau maksud tertentu. Hoax adalah berita palsu atau berita bohong atau hoaks (bahasa Inggris: hoax) adalah informasi yang sesungguhnya tidak benar, tetapi dibuat seolah-olah benar adanya dan sedikit paham membedakan konten yang hoax dan tidak seperti mengetahui bahwa konten hoax berisi kalimat persuasif dan memaksa.
Beberapa mahasiswa juga memiliki reaksi yang biasa-biasa saja terhadap penerimaan suatu konten di media sosial. Reaksi apabila mendapatkan konten (gambar, berita, meme, dll) yang berhubungan dengan SARA adalah banyak-banyak mencari kebenaran dari hal tersebut ataupun membangun diskusi untuk mengembangkan pendapat terhadap konten tersebut yang tentunya dengan dalil dan sumber-sumber dari data yang ada. Beberapa mahasiswa juga bereaksi biasa saja untuk membagikan informasi SARA yang diterimanya karena belum bisa memastikan kebenaran suatu hal tersebut.
            Dalam hal pemilhan informasi konten SARA yang diterima pun rata-rata hanya dibaca saja dan tidak disebarluaskan terlebih dahulu sebelum mengetahui data tersebut benar adanya atau tidak. Reaksi mahasiswa terkait informasi pelecahan agama adalah berusaha mencari kebenarannya dan menshare agar banyak yang mengetahui informasi pelecehan agama tersebut.
   
Tanggapan mahasiswa pendidikan agama islam terhadap media seperti di atas adalah tabayyun terlebih dahulu, rata menjawab untuk mengabaikan dalam artian tidak bereaksi berlebihan sebelum mengetahui kebenarannya secara lebih pasti.
Dari data hasil wawancara yang telah dipaparkan bahwa mahasiswa program studi PAI semester 1 paham untuk meregulasi informasi yang didapatkan melalui media sosial karena banyaknya pengguna di media sosialnya yang kebanyakan adalah orang yang tidak mereka kenali. Berdasarkan reaksi-reaksi mahasiswa yang beragam pun terlihat bahwa adanya kehati-hatian menshare seuatu berita informasi yang didapatkan oleh karena itu banyak mahasiswa yang memilih untuk diam tidak berkomentar sebelum mengetahui kebenaran yang sebenar-benarnya terkait berita tersebut. Pada sebuah jurnal dijelaskan bahwa perlu diingat, berpendapat di social media sangatlah mudah dan menyebarnya sangat mudah pula, resiko dari ketidakpahaman terhadap etika dapat berujung ke masalah hukum.[8] Sehingga mahasiswa tidak terlalu reaktif menanggapi isu-isu SARA yang diterimanya di sosial media.
C.           Communicative Abilities
Communicative abilities yaitu kemampuan komunikasi dan partisipasi melalui media. Communicative abilities ini mencakup kemampuan untuk membangun relasi sosial serta berpartisipasi dalam lingkungan masyarakat melalui media dan mencakup kemampuan dalam membuat dan memproduksi konten media.
Data yang ditemukan bahwa Akun media sosial yang dimiliki mahasiswa PAI semester 1 cukup beragam yaitu facebook, instagram, twitter, tellegram, gmail dan whatsapp. Alasan mereka membuat akun media sosial, rata-rata untuk dakwah dan menyebarkan kebaikan serta untuk berkomunikasi kepada teman dan keluarga. Teman di media sosial tidak pernah dihitung secara tepat berapa namun dirata-ratakan bahwa teman di media sosial yang dimiliki mahasiswa PAI semester 1 adalah 50 orang yang benar-benar dikenal dan diketahui orangnya karena ada teman-teman di media sosial yang hanya sekedar teman saja.
Beberapa mahasiswa juga jarang mengupdate status dan hanya mengshare dakwah-dakwah islami yang didapatkannya baik berupa video, gambar ataupun website. Dalam membuat status terkait sebuah isu-isu yang berkembang, mahasiswa cenderung jarang karena merasa tidak memiliki kapasitas untuk mengomentari suatu isu yang tidak diketahui kepastiannya. Beberapa mahasiswa juga menambahkan komentar pada berita yang dishare jika beritanya adalah berita yang penting untuk diketahui oleh khalayak.
Hasil analisis peneliti pada communicative abilities atau kemampuan komunikasi dan partisipasi melalui media adalah pertama-tama melihat akun media sosial yang dimiliki cukup beragam, alasan untuk membuat akun untuk memperluas pertemanan dan menyebarkan dakwah maka pada dasarnya mahasiswa PAI semester 1 telah berpartisipasi melalui media namun beberapa beranggapan bahwa media sosial bukan komunikasi yang penting karena banyaknya teman di media sosial yang tidak benar-benar diketahui dan mahasiswa pendidikan agama islam pun jarang mengaupdate status dan jarang sekali menambahkan komentar pada berita informasi yang didapatkannya melaui media sosial. Maka mahasiswa program studi pendidikan agama islam tidak terlalu produktif dalam menggunakan akun media sosialnya.



A.     
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian pada bab sebelumnya maka kesimpulan dalam penelitian ini sebagai jawaban atas perumusan masalah adalah sebagai berikut :
1.      Technical skill atau use skill mahasiswa program studi pendidikan agama islam memiliki kemampuan untuk menggunakan dan memanfaatkan media sosial atau pun fitur apa saja yang ada didalam smartphonenya tetapi belum memahami sepenuhnya penggunaan smartphonenya secara benar dan optimal.
2.      Critical understanding mahasiswa program studi agama islam yaitu paham untuk meregulasi informasi yang didapatkan melalui media sosial karena banyaknya pengguna di media sosialnya yang kebanyakan adalah orang yang tidak mereka kenali. Berdasarkan reaksi-reaksi mahasiswa yang beragam pun terlihat bahwa adanya kehati-hatian menshare seuatu berita informasi yang didapatkan oleh karena itu banyak mahasiswa yang memilih untuk diam tidak berkomentar sebelum mengetahui kebenaran yang sebenar-benarnya terkait berita tersebut.
3.      Communicative abilities atau kemampuan komunikasi dan partisipasi melalui media adalah pertama-tama melihat akun media sosial yang dimiliki cukup beragam, alasan untuk membuat akun untuk memperluas pertemanan dan menyebarkan dakwah maka pada dasarnya mahasiswa pendidikan agama islam telah berpartisipasi melalui media namun beberapa beranggapan bahwa media sosial bukan komunikasi yang penting karena banyaknya teman di media sosial yang tidak benar-benar diketahui dan mahasiswa pendidikan agama islam pun jarang mengaupdate status dan jarang sekali menambahkan komentar pada berita informasi yang didapatkannya melaui media sosial. Maka mahasiswa program studi pendidikan agama islam tidak terlalu produktif dalam menggunakan akun media sosialnya.



DAFTAR PUSTAKA
Galuh A. Savitri. Pentingnya literasi media di masyarakathttp://binus.ac.id/malang /2017/09/pentingnya-literasi-media-di-masyarakat/
Juliana Kurniawati & Siti Baroroh. 2016. Jurnal Komunikasi : Literasi Media Digital Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Bengkulu. Vol.8 No. 2.
Lidya Wati Evelina. 2015. Jurnal :  Analisis Isu S(Suku) A (Agama) R (Ras) A (Antar Golongan) Di Media Social Indonesia. Vol. 7 No. 1.
Misbah Zaenal Muttaqin. Artikel ilmiah : Kemampuan literasi media (media literacy) dikalangan remaja rural di kabupaten lamongan.
Muhammad Sholihuddin. Artikel Ilmiah : Pengaruh kompetensi individu (individual competence) terhadap literasi media internet dikalangan santri.

Cybercrime


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar belakang
Kebutuhan akan teknologi jaringan komputer semakin meningkat. Selain sebagai media penyedia informasi, melalui intenet pula kegiatan komunitas komersial menjadi bagian terbesar dan pesat pertumbuhannya serta menembus berbagai batas Negara. Bahkan melalui jaringan ini kegiatan pasar di dunia bisa diketahui  selama 24 jam. Melalui dunia internet atau disebut juga cyber space, apapun dapat dilakukan. Segi positif dari dunia maya ini tentu saja menambah trend  perkembangan teknologi dunia dengan segala bentuk kreatifitas manusia. Namun dampak negaif pun tidak bisa dihindari. Tatkala pornografi marak dimedia internet, masyarakat pun tak bisa berbuat banyak. Seiring dengan perkembangan teknologi internet, menyebabkan munculnya kejahatan yang disebut dengan cyber crime atau kejahatan melalui jaringan internet. Munculnya beberapa kasus cyber crime di Indonesia, seperti pencurian kartu kredit, hacking beberapa situs, menyadap transmisi data orang lain, misalnya email dan memanipulasi data dengan cara menyiapkan perintah yang tidak dikehendaki ke dalam programmer Komputer. Sehingga dalam kejahatan computer dimungkinkan adanya delik formil dan delik materil. Delik formil  adalah perbuatan seseorang yang memasuki Komputer orang lain tanpa ijin, sedangkan delik materil adalah perbuatan yang menimbulkan akibat kerugian bagi orang lain. Adanya cyber crime telah menjadi ancaman stabilitas, sehingga pemerintah sulit mengimbangi teknik kejahatan yang dilakukan dengan teknoligo computer, khususnya jaringan internet dan intranet.

B.       Rumusan Masalah
1.      Bagaiman Sejarah Cyber Crime?
2.      Apa Definisi Cybercrim?
3.      Apa Jenis-Jenis Cyber Crime?
4.      Bagaimana Modus Kejahatan Cybercrime?





BAB II
PEMBAHASAN

A.      Sejarah Cyber Crime
Cyber crime terjadi bermula dari kegiatan hacking yang telah ada lebih dari satu abad. Pada tahun 1870-an, beberapa remaja telah merusak system telepon baru Negara dengan merubah otoritas. Berikut akan ditunjukan seberapa sibuknya para hacker telah ada selama 35 tahun terakhir. Awal 1960 fasilitas universitas dengan kerangka utama computer yang besar, seperti laboratorium kepintaran buatan (arti ficial intel ligence) MIT, menjadi tahap percobaan bagi para hacker. Pada awalnya, kata “ hacker” berarti positif untuk seorang yang menguasai computer yang dapat membuat sebuah program melebihi apa yang dirancang untuk melakukan tugasnya. Awal 1970 John Draper membuat sebuah panggilan telepon membuat sebuah panggilan telepon jarak jauh secara gratis dengan  meniupkan nada yang tepat ke dalam telepon yang memberitahukan kepada system telepon agar membuka saluran. Draper menemukan siulan sebagai hadiah gratis dalam sebuah kotak sereal anak-anak. Draper, yang kemudian memperoleh julukan “Captain crunch” ditangkap berulangkali untuk pengrusakan telepon pada tahun 1970-an . pergerakan social Yippie memulai majalah YIPL/TAP (Youth International Party Line/ Technical Assistance Program) untuk menolong para hacker telepon (disebut “phreaks”) membuat panggilan jarak jauh secara gratis. Dua anggota dari California’s Homebrew Computer Club memulai membuat “blue boxes” alat yang digunakan untuk meng-hack ke dalam system telepon. Para anggotanya, yang mengadopsi pegangan “Berkeley Blue” (Steve Jobs) dan “Oak Toebark”  (Steve Wozniak), yang selanjutnya mendirikan Apple computer. Awal 1980 pengarang William Gibson memasukkan  istilah “Cyber Space” dalam sebuah novel fiksi ilmiah yang disebut Neurimancer. Dalam satu penangkapan pertama dari para hacker, FBI menggerebek markas 414 di Milwaukee (dinamakan sesuai kode area local) setelah para anggotanya menyebabkan pembobolan 60 komputer berjarak dari memorial Sloan-Kettering Cancer Center ke Los Alamos National Laboratory. Comprehensive Criem Contmrol Act memberikan yuridiksi Secret Service lewat kartu kredit dan penipuan Komputer.dua bentuk kelompok hacker,the legion of doom di amerika serikat dan the chaos computer club di jerman.akhir 1980 penipuan computer dan tindakan penyalahgunaan member kekuatan lebih bagi otoritas federal computer emergency response team dibentuk oleh agen pertahanan amerika serikat bermarkas pada Carnegie mellon university di pitt sburgh,misinya untuk menginvestigasi perkembangan volume dari penyerangan pada jaringan computer pada usianya yang ke 25,seorang hacker veteran bernama Kevin mitnick secara rahasia memonitor email dari MCI dan pegawai keamanan digital equipment.dia dihukum karena merusak computer dan mencuri software dan hal itu dinyatakan hukum selama satu tahun penjara.pada oktober 2008 muncul sesuatu virus baru yang bernama conficker(juga disebut downup downandup dan kido)yang terkatagori sebagai virus jenis worm.conficker menyerang windows dan paling banyak ditemui dalam windows XP.microsoft merilis patch untuk menghentikan worm ini pada tanggal 15 oktober 2008.heinz haise memperkirakan conficker telah  menginfeksi 2.5 juta PC pada 15 januari 2009,sementara  the guardian memperkiran 3.5 juta PC terinfeksi.pada 16 januari 2009,worm ini telah menginfeksi hamper 9 juta PC,menjadikannya salah satu infeksi yang paling cepat menyebar dalam waktu singkat.
B.       Definisi Cybercrime
Cybercrime merupakan bentuk-bentuk kejahatan yang timbul karena pemanfaatan teknologi internet beberapa pandapat mengasumsikan cybercrime dengan computer crime.the U.S department of justice memberikan pengertian computer crime sebagai “any illegal act requiring knowledge of computer technologi for its perpetration,investigation,or prosecution”pengertian tersebut indentik dengan yang diberikan organization of European community development,yang mendefinisikan computer crime sebagai “any illegal,unethical or unauthorized behavior relating to yhe automatic processing and/or the transmission of data “adapun andi hamzah (1989) dalam tulisannya “aspek –aspek pidana dibidang computer “mengartikan kejahatan komputer sebagai “Kejahatan di bidang komputer secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan komputer secara ilegal”. Dari beberapa pengertian diatas, secara ringkas dapat dikatakan bahwa cyber crime dapat didefinisikan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan menggunakan internet yang berbasis pada kecanggihan teknologi, komputer dan telekomunikasi baik untuk memperoleh keuntungan ataupun tidak, dengan merugikan pihak lain.
C.      Jenis-Jenis Cyber Crime
Jenis-jenis cyber crime berdasarkan motifnya dapat tebagi dalam beberapa hal :
1.      Cybercrime sebagai tindakan kejahatan murni
Dimana orang yang melakukan kejahatan yang dilakukan secara di sengaja, dimana orang tersebut secara sengaja dan terencana untuk melakukan pengrusakkan, pencurian, tindakan anarkis, terhadap suatu system informasi atau system computer.
2.      Cybercrime sebagai tindakan kejahatan abu-abu
Dimana kejahatan ini tidak jelas antara kejahatan criminal atau bukan karena dia melakukan pembobolan tetapi tidak merusak, mencuri atau melakukan perbuatan anarkis terhadap system informasi atau system computer tersebut.
3.      Cybercrime yang menyerang individu
Kejahatan yang dilakukan terhadap orang lain dengan motif dendam atau iseng yang bertujuan untuk merusak nama baik, mencoba ataupun mempermaikan seseorang untuk mendapatkan kepuasan pribadi. Contoh : Pornografi, cyberstalking, dll
4.      Cybercrime yang menyerang hak cipta (Hak milik)
Kejahatan yang dilakukan terhadap hasil karya seseorang dengan motif menggandakan, memasarkan, mengubah yang bertujuan untuk kepentingan pribadi/umum ataupun demi materi/nonmateri.
5.      Cybercrime yang menyerang pemerintah
Kejahatan yang dilakukan dengan pemerintah sebagai objek dengan motif melakukan terror, membajak ataupun merusak keamanan suatu pemerintahan yang bertujuan untuk mengacaukan system pemerintahan, atau menghancurkan suatu Negara.
D.      Modus Kejahatan Cybercrime
1.      Unauthorized Access to Computer System and Service
Kejahatan yang dilakukan dengan memasuki/menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin atau tanpa sepengetahuan dari pemilik system jaringan komputer yang dimasukinya. Biasanya pelaku kejahatan (hacker) melakukannya dengan maksud sabotase ataupun pencurian informasi penting dan rahasia. Namun begitu, ada juga yang melakukan hanya karena merasa tertantang untuk mencoba keahliannya menembus suatu sistem yang memiliki tingkat proteksi tinggi. Kejahatan ini semakin marak dengan berkembangnya teknologi internet/intranet.
2.      Illegal Contents
Merupakan kejahatan dengan memasukkan data atau informasi ke internet tentang sesuatu hal yang tidak benar, tidak etis, dan dapat dianggap melanggar hukum atau mengganggu ketertiban umum. Sebagai contohnya adalah pemuatan suatu berita bohong atau fitnah yang akan menghancurkan martabat atau harga diri pihak lain, hal-hal yang berhubungan dengan pornografi atau pemuatan suatu informasi yang merupakan rahasia negara, agitasi dan propaganda untuk melawan pemerintahan yang sah, dan sebagainya.
3.      Data Forgery
Merupakan kejahatan dengan memalsukan data pada dokumen-dokumen penting yang tersimpan sebagai scriptless document melalui internet. Kejahatan ini biasanya ditujukan pada dokumen-dokumen e-commerce dengan membuat seolah-olah terjadi  “salah ketik” yang pada akhirnya akan menguntungkan pelaku.
4.      Cyber Espionage
Merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain, dengan memasuki sistem jaringan komputer(computer network system) pihak sasaran. Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap saingan bisnis yang dokumen ataupun data-data pentingnya tersimpan dalam suatu system yang computerized.
5.      Cyber Sabotage and Extortion
Kejahatan ini dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan atau penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang terhubung dengan internet. Biasanya kejahatan ini dilakukan dengan menyusupkan suatu logic bomb, virus komputer ataupun suatu program tertentu, sehingga data, program komputer atau sistem jaringan komputer tidak dapat digunakan, tidak berjalan sebagaimana mestinya, atau berjalan sebagaimana yang dikehendaki oleh pelaku. Dalam beberapa kasus setelah hal tersebut terjadi, maka pelaku kejahatan tersebut menawarkan diri kepada korban untuk memperbaiki data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang telah disabotase tersebut, tentunya dengan bayaran tertentu. Kejahatan ini sering disebut sebagai cyberterrorism.
6.      Offense against Intellectual Property
Kejahatan ini ditujukan terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual yang dimiliki pihak lain di internet. Sebagai contoh adalah peniruan tampilan pada web page suatu situs milik orang lain secara ilegal, penyiaran suatu informasi di internet yang ternyata merupakan rahasia dagang orang lain, dan sebagainya.
7.      Infringements of Privacy
Kejahatan ini ditujukan terhadap informasi seseorang yang merupakan hal yang sangat pribadi dan rahasia. Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap keterangan pribadi seseorang yang tersimpan pada formulir data pribadi yang tersimpan secara computerized,yang apabila diketahui oleh orang lain maka dapat merugikan korban secara materilmaupun immateril, seperti nomor kartu kredit, nomor PIN ATM, cacat atau penyakittersembunyi dan sebagainya.
8.      Cracking
Kejahatan dengan menggunakan teknologi computer yang dilakukan untuk merusak system keamaanan suatu system computer dan biasanya melakukan pencurian, tindakan anarkis begitu merekan mendapatkan akses. Biasanya kita sering salah menafsirkan antara seorang hacker dan cracker dimana hacker sendiri identetik dengan perbuatan negative, padahal hacker adalah orang yang senang memprogram dan percaya bahwa informasi adalah sesuatu hal yang sangat berharga dan ada yang bersifat dapat dipublikasikan dan rahasia.
9.      Carding
Adalah kejahatan dengan menggunakan teknologi computer untuk melakukan transaksi dengan menggunakan card credit orang lain sehingga dapat merugikan orang tersebut baik materil maupun non materil.





BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan data yang telah dibahas dalam makalah ini, maka dapat kami simpulkan, Cyber crime merupakan kejahatan yang timbul dari dampak negative perkembangan aplikasi internet.Sarana yang dipakai tidak hanya komputer melainkan juga teknologi , sehingga yang melakukan kejahatan ini perlu proses belajar, motif melakukan kejahatan ini disamping karena uang juga iseng. Kejahatan ini juga bisa timbul dikarenakan ketidakmampuan hukum termasuk aparat dalam menjangkaunya. Kejahatan ini bersifat maya dimana si pelaku tidak tampak secara fisik.